BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Manusia memiliki
kebebasan beragama. Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah
membeda- bedakan golongan. Hal ini berlaku selama manusia itu mempergunakan
akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang diridhoi-Nya. Agama
islam sangat mentoleransi kepada agama-agam lain.
1.2 Rumusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang peran dan fungsi
agama dalam kehidupan manusia, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling
berhubungan, sehingga penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran dan fungsi agama
menurut islam?
2. Bagaimana sikap dan hikmah
beragama?
3. Bagaiman cara islam mentoleransi
terhadap agama lain?
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan
Tujuan
disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas agama Islam dan menjawab
pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penyusun dan
pembaca tentang peran dan fungsi agama dalam kehidupan manusia
1.4 Metode Penulisan
Penyusun
memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini.
Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media
media lain seperti e-book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil
dari internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah
ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab
penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah,
tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan
manusia dalam pandangan islam serta fungsi dan tanggung jawab manusia dalam
islam. Terakhir, bab penutup terdiri atas kesimpulan.
BAB II
PERAN DAN FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN
MANUSIA
Manusia merupakan makhluk yang
paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia memiliki
keunikan yang beragam dalam hal :ras,suku,maupun agama.Agama dalam kehidupan
manusia
sangat berperan penting dalam menjalani kehidupannya.
1.1 Pengertian Agama Secara Umum
Merumuskan
pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak sanggupan manusia untuk
mendefinisikan agama karena disebabkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena itu tidak
mengherankan jika secara internal muncul pendapat-pendapat yang secara
apriori menyatakan bahwa agama tertentu saja sebagai satu-satunya agama samawi,
meskipun dalam waktu yang bersamaan menyatakan bahwa agama samawi itu meliputi
Islam, Kristen dan Yahudi.
Sumber
terjadinya agama terdapat dua katagori, pada umumnya agama Samawi dari langit,
agama yang diperoleh melalui Wahyu Illahi antara lain Islam, Kristen dan
Yahudi.—-dan agama Wad’i atau agama bumi yang juga sering disebut sebagai agama
budaya yang diperoleh berdasarkan kekuatan pikiran atau akal budi manusia antara
lain Hindu, Buddha, Tao, Khonghucu dan berbagai aliran keagamaan lain atau
kepercayaan.
Dalam
prakteknya, sulit memisahkan antara wahyu Illahi dengan budaya, karena
pandangan-pandangan, ajaran-ajaran, seruan-seruan pemuka agama meskipun diluar
Kitab Sucinya, tetapi oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai Perintah
Illahi, sedangkan pemuka-pemuka agama itu sendiri merupakan bagian dari budaya
dan tidak dapat melepaskan diri dari budaya dalam masa kehidupannya, manusia
selalu dalam jalinan lingkup budaya karena manusia berpikir dan berperilaku.
Beberapa
acuan yang berkaitan dengan kata “Agama” pada umumnya; berdasarkan
Sansekerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi
dari kata A-GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau
berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian “agama:
berarti pedoman hidup yang kekal”
Berdasarkan
kitab, SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah; AGAMA dan UGAMA, agama berasal
dari kata A-GA-MA, huruf A berarti “awang-awang, kosong atau hampa”, GA berarti
“genah atau tempat” dan MA berarti “matahari, terang atau bersinar”, sehingga
agama dimaknai sebagai ajaran untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan
istilah UGAMA mengandung makna, U atau UDDAHA yang berarti “tirta atau air
suci” dan kata GA atau Gni berarti “api”, sedangkan MA atau Maruta berarti
“angin atau udara” sehingga dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang
harus dilaksanakan dengan sarana air, api, kidung kemenyan atau mantra.
Berdasarkan
kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang mengandung arti I atau
Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti Amartha berarti “hidup”,
sehingga agama berarti Ilmu guna memahami tentang hakikat hidup dan keberadaan
Tuhan.
PERAN
DAN FUNGSI AGAMA BAGI KEHIDUPAN
Ada beberapa
alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara
lain adalah :
- Karena agama merupakan
sumber moral
- Karena agama merupakan
petunjuk kebenaran
- Karena
agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
- Karena
agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun
di kala duka.
Manusia sejak
dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak
mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu
pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang
mensyukurinya.
Dalam keadaan yang
demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan
rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam
diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu
- Godaan dan
rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang
menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan
malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia
kepada hidayah ataukebaikan.
- Godaan dan
rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut
istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan
yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan
Disinilah letak
fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang
baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.
Fungsi Agama Kepada
Manusia
Dari
segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh
fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan
hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain
seperti apa yang dihuraikan di bawah:
- Memberi pandangan
dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan
memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan
mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam
dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia
manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam
menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap
manusia harus menaati Allah SWT
-Menjawab pelbagai
soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sesetangah soalan
yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh
akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat
menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk
menjawab soalan-soalan ini.
- Memberi rasa kekitaan
kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan
satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama
menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku,
pandangan dunia dan nilai yang sama.
– Memainkan fungsi
kawanan sosial.
Kebanyakan agama
di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya
telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini
dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial
Fungsi Sosial Agama
Secara
sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan
pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan
memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang
fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor
integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan
sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban
sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama
menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif
Agama.
Meskipun
agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan
memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat
memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan
menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari
begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga
seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Tujuan Agama
Salah
satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang
sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah
sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan
benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk
agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta
membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk
agama
Beberapa tujuan agama yaitu :
- Menegakan
kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
- Mengatur
kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik,
sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan
akhirat.
- Menjunjung
tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
- Menyempurnakan
akhlak manusia.
Menurut para
peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger,
agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya
agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan sampai
pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan
kemanusiaan.Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai
kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli
dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal
agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut
kekuasaan.Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan
Kristen yang ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin
mendakwahkan atau menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan
agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan
tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara sebagaimana yang
dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek kerja
sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga
mabuk ekspansi keyakinan.Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini
tentunya para politisi jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan
retorikanya yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang
sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur
politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi
agama.Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk
membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan;
agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk
mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak
yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya,disfungsi
atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya diperhatikan oleh
segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam MUI. Ulama
harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus
dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.Mengapa kita sering takut
kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita internalisasi dalam
hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya yang hakiki, yakni
hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa
segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak,
rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama.
Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa
diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.Sayangnya,
kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di
kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta
bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini
dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan
mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan
yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar
tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Kategori pertama
ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisma
agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud
menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan
dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu
berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Manakala fungsi
kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal
iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori
ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Ketika Allah SWT
menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal mengenal
(Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan sahaja
meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang agama
adalah seiring dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu semenjak
sekian lama.
Maka manusia
dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal
mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.
Untuk seorang
manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain, mereka
memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan
persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue)
mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai beberapa
persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di
peringkat etika dan nilai.
HIKMAH AGAMA DAN SIKAP HIDUP BERAGAMA KEPADA SESAMA MANUSIA
Hidup beragama tampak pada sika dan cara
perwujudan sikap hidup beragama seorang yang menerima sesama yang beragama
apapun sebagai sesama hamba Allah. Karena keyakinan seorang bahwa Allah yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang mengasihi setiap manusia dan seluruh umat
manusia tanpa diskriminasi berdasarkan kemaha-adilan Tuhan, maka dia pun wajib
dan tak punya pilihan lain, selain mengasihi sesamanya tanpa diskriminasi
berdasarkan agama, budaya, etnik, profesi, atau kepentingan tertentu yang
berbeda.
Perbedaan ciptaan Allah
ditengah alam semesta adalah suatu keniscayaan yang patut diterima sebagai
anugerah yang harus disyukuri. Hal demikian harus menjadi lebih nyata pada
hidup beragama di tengah pluralitas agama sebagai keniscayaan yang diterima dan
disyukuri sebagai anugerah Allah.
Seorang yang tulus dalam beragama
akan menghormati, menghargai dan bahkan mengasihi atau merahmati sesamanya
karena sesamanya adalah manusia yang dikasihi Allah. Seorang yang tulus
beragama mengasihi sesamanya hanya dengan berpamrih pada Tuhan sebagai sumber
segala kasih dan rahmat. Kasih atau cinta kepada sesama manusia harus dapat
menembus atribut-atribut yang mengemasnya. Atribut-atribut perbedaan yang
melekat pada diri seorang tak harus menjadi perisai yang menangkis atau
menangkal kasih atau rahmat yang diberikan oleh orang lain kepadanya. Secara
hakiki, manusia adalah manusia ciptaan Allah sehingga saling berbeda tidak
mengharuskan seorang untuk berlaku tak adil dengan membeda-bedakan seorang
dengan dirinya sendiri atau dengan orang lain atau dengan memperlakukan
sesama secara diskriminasi karena berbeda agama, suku, atau status dan
lain sebagainya.
Membedakan diri sendiri dengan orang lain adalah perbuatan akal sehat,
tetapi membeda-bedakan atau melakukan diskriminasi terhadap orang lain justru
bertentangan dengan akal sehat dan nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh
umat beragama dari setiap agama yang saling berbeda. Karena itu,
membeda-bedakan manusia berdasarkan perbedaan agama sesungguhnya bertentangan
dengan ajaran agama. Sebagai bangsa yang beragama, sepatutnya kita menjadi
contoh terbaik bagi umat manusia sedunia dengan cara hidup yang saling
mengasihi dan saling merahmati dengan menerima perbedaan agama sebagai rahmat
Allah.
TOLERANSI BERAGAMA
Dalam
beragama atau Pengakuan adanya kekuatan Yang Maha Tinggi, yaitu Tuhan, Allah,
God, Yahweh, Elohim, yang disertai ketundukan itu, merupakan fitrah (naluri)
yang dimiliki oleh setiap manusia. Kendati demikian, manusia tetap memerlukan
adanya pemberi peringatan agar tidak menyeleweng dari fitrahnya, mereka adalah
para nabi dan rasul.
Perasaan
tunduk kepada Yang Maha Tinggi, yang disebut iman, atau itikad, yang kemudian
berdampak pada adanya rasa suka (rughbah), takut (ruhbah), hormat (ta’dzim) dan
lain-lain, itulah unsur dasar al-din (agama). Al-din (agama) adalah
aturan-aturan atau tata-cara hidup manusia yang dipercayainya bersumber dari
Yang Maha Kuasa untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berbagai agama
telah lahir di dunia ini dan membentuk suatu syariat (aturan) yang mengatur
kehidupan manusia, yang termaktub di dalam kitab-kitab suci, baik agama samawi
(yang bersumber dari wahyu Ilahi) maupun yang terdapat dalam agama ardli
(budaya) yang bersumber dari pemikiran manusia. Semua agama-agama, baik samawi
maupun ardli, memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Berbagai fungsi tersebut
adalah: (i) menunjukkan manusia kepada kebenaran sejati; (ii) menunjukkan
manusia kepada kebahagiaan hakiki; dan (iii) mengatur kehidupan manusia dalam
kehidupan bersama.Dari hakikat dan fungsi agama seperti yang disebutkan itu,
maka pemeluk agama-agama yang ada di dunia ini, telah memiliki strategi, metoda
dan teknik pelaksanaannya masing-masing, yang sudah barang tentu dan sangat
boleh jadi terdapat berbagai perbedaan antara satu dengan lainnya. Karenanya,
umat manusia dalam menjalankan agamanya, sang Pencipta agama telah berpesan
dengan sangat, “Kiranya umat manusia tidak terjebak dalam perpecahan tatkala
menjalankan agama masing-masing, apalagi perpecahan itu justru bermotivasikan
keagamaan”.
Dalam
kesempatan ini, kami mengajak pembaca untuk fitrah beragama, yaitu toleransi
yang harus ditegakkan sebagai keyakinan pokok (akidah) dalam beragama.Itu
maknanya, pengamalan toleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi dan
kelompok yang selalu dihabitualisasikan dalam wujud interaksi sosial. Toleran
maknanya, bersifat atau bersikap menghargai, membiarkan pendirian, pendapat
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan lain-lain yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian sendiri.
Toleransi/toleran
dalam pengertian seperti itu terkadang menjadi sesuatu yang sangat berat bagi
pribadi-pribadi yang belum menyadarinya. Padahal perkara tersebut bukan
mengakibatkan kerugian pribadi, bahkan sebaliknya akan membawa makna besar
dalam kehidupan bersama dalam segala bidang, apalagi dalam domain kehidupan
beragama. Toleran dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya, dengan
eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia
ini.Dalam kaitan ini Tuhan telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan
yang bersifat universal, dalam Q.S. 42 A. 13: “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama, apa
yang telah diwasiatkan kepada Nuh, dan apa yang telah diwahyukan kepadamu
(Muhammad) dan apa yang telah diwahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah dalam urusan agama.”
Pesan lainnya
terkandung dalam Q.S. 3 A. 103: “Dan berpegang teguhlah kamu kepada agama Allah dan janganlah kamu
bercerai-berai.”
Pesan universal
ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak terkecuali, yang intinya
dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan antarumat beragama maupun
sesama umat beragama. Pesan dari langit ini menghendaki umat manusia itu
memeluk dan menegakkan agama, karena Tuhan sang Pencipta alam semesta ini telah
menciptakan agama-agama untuk umat manusia, kehendak-Nya hanyalah jangan
berpecah-belah dalam beragama maupun atas nama agama.Tegakkanlah agama dan
jangan berpecah belah dalam beragama, merupakan standar normatif Ilahiyah,
sebagai patokan baku untuk pembimbingan perilaku umat manusia dalam beragama.
Standar yang bersifat universalistik ini bermakna ruang lingkupnya berlaku di
mana pun dan kapan pun. Yakni umat beragama dalam berinteraksi antaragama wajib
mengutamakan standar universal ini.
Tegakkan
agama dan jangan berpecah belah dalam beragama. Perintah ini juga merupakan
standar yang bersifat partikularistik, yang ruang lingkupnya berlaku bagi
kelompok pemeluk agama tertentu di tempat mereka berada. Dalam menjalankan
agama hendaknya menjauhi perpecahan sesama agama, terlebih perpecahan itu
dibungkus oleh orientasi motivasional maupun orientasi nilai keagamaan.
Tindakan
manusia beragama itu selalu memiliki orientasi, berarti selalu diarahkan kepada
tujuan. Ada dua elemen penting dalam orientasi tindakan manusia termasuk
tindakan manusia dalam beragama yaitu orientasi motivasional dan orientasi
nilai. Orientasi motivasional adalah yang berhubungan dengan keinginan individu
yang bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi kekecewaan, atau
dalam makna lain, motivasi untuk memperbesar kepuasan jangka panjang dan jangka
pendek.Sedangkan elemen lainnya adalah orientasi nilai. Orientasi ini menunjuk kepada
standar-standar normatif yang mempengaruhi dan mengendalikan pilihan-pilihan
individu terhadap tujuan yang dicapai dan alat yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan itu.Walhasil, kebebasan individu dalam bertindak, dibatasi oleh
standar-standar normatif yang ada dalam masyarakat, baik yang bersifat Ilahiyah
maupun budaya. Segala norma-norma itu bukan berarti mengeliminir kebebasan
manusia dalam beragama, justru menawarkan berbagai alternatif dalam bertindak,
bermakna juga bahwa manusia itu dalam beragama mempunyai kebebasan penuh yang
dibatasi oleh kebebasan yang dimiliki orang selainnya.Itu berarti bahwa setiap
umat beragama dalam interaksi sosialnya mempunyai kebebasan dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas pemeluknya. Interaksi seperti ini sudah barang pasti
berkonsekuensi, minimal saling singgung. Sebab strategi, metoda dan teknik
interaksi masing-masing agama dan para pemeluknya bahkan dalam kalangan suatu
agama dan para pemeluknya, sangat mungkin terjadi perbedaan baik secara prinsip
maupun nonprinsip.Ini bermakna, dapat kita lihat bahwa individu-individu itu
dalam beragama memungkinkan dapat menggunakan agama sebagai kekuatan yang
mempersatukan dan sebaliknya juga dapat menggunakannya sebagai
pencerai-beraian, yang mengakibatkan timbulnya konflik.
Toleransi sebagai Nilai dan Norma
Toleransi
dalam pengertian yang telah disampaikan, yang merupakan keyakinan pokok
(akidah) dalam beragama, dapat kita jadikan sebagai nilai dan norma. Kita
katakan sebagai nilai karena toleransi merupakan gambaran mengenai apa yang
kita inginkan, yang pantas, yang berharga, yang dapat mempengaruhi perilaku
sosial dari orang yang memiliki nilai itu.Dan nilai (toleransi) akan sangat
mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat. Demikian juga toleransi, dapat kita
jadikan suatu norma, yaitu suatu patokan perilaku dalam suatu kelompok
tertentu. Norma memungkinkan seseorang menentukan terlebih dahulu bagaimana
tindakannya itu akan dinilai orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku
seseorang.Karena toleransi sudah kita jadikan nilai dan norma, dan juga
menyangkut sifat dan sikap untuk menghargai pendirian, pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan, dan lain-lain yang berbeda bahkan
bertentangan dengan pendirian sendiri, maka sifat dan sikap sebagai nilai dan
norma itu mesti disosialisasikan. Maknanya, ialah proses memelajari norma,
nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan
partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial.Sifat dan sikap toleran ini
perlu disosialisasikan, agar setiap individu mampu mengamalkan dalam kehidupan
nyata di masyarakat luas. Dalam lingkungan keluarga, kehidupan yang toleran
harus disosialisasikan sejak dini terhadap anggota keluarga (anak-anak). Dan
inilah yang menjadi sosialisasi dasar dalam kehidupan umat manusia, yang dari
padanya dikembangkan sosialisasi lebih lanjut sebagai follow-up.
Hidup
beragama yang toleran sekaligus menjadi sikap dasar dalam kehidupan sosial
masyarakat, yang selalu disosialisasikan dalam tingkat rumah tangga, merupakan
sosialisasi primer, dan sosialisasi sekunder terjadi sesudah sosialisasi primer
itu terjadi. Dan sesungguhnya sosialisasi primer itu merupakan dasar bagi
sosialisasi sekunder. Jika yang berperan dalam sosialisasi primer adalah
seluruh keluarga dalam rumah tangga, maka yang berperan dalam sosialisasi
sekunder adalah luar rumah tangga, yang dalam kehidupan sekarang ini adalah
arena pembelajaran sekolah.Di sekolah kita mendapatkan bekal pengetahuan,
kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk dapat hidup dalam kehidupan sosial
yang lebih luas, mengenal negara, undang-undang, aturan agama dan kehidupan
antarbangsa dan lain-lain. Setelah pembelajaran formal di bangku sekolah
selesai, sosialisasi sekunder masih terus dilakukan dalam kehidupan yang lebih
luas, kita harus menyesuaikan diri dengan berbagai norma dalam kelompok kerja
maupun masyarakat.Ternyata sosialisasi terhadap sikap hidup toleran dalam
berbagai bidang kehidupan (agama dan lain-lain), baik primer maupun sekunder,
berlangsung seumur hidup karena kehidupan kita umat manusia dari hari ke hari
adalah kehidupan yang ditandai oleh penambahan pengetahuan, dan untuk itu kita
harus terus belajar, dan berusaha mencari sesuatu yang baru dalam kehidupan
berpengetahuan. Itulah maknanya bahwa sosialisasi terhadap kehidupan toleran
itu merupakan proses yang tak henti-hentinya, dan terus mencari dan mendapatkan
yang lebih baik. Terus berlangsung seumur hidup umat manusia.
Toleran
dan Prinsip Hidup
Berinteraksi
dengan jiwa toleran dalam setiap bentuk aktivitas, tidak harus membuang prinsip
hidup (beragama) yang kita yakini. Kehidupan yang toleran justru akan
menguatkan prinsip hidup (keagamaan) yang kita yakini. Segalanya menjadi jelas
dan tegas tatkala kita meletakkan sikap mengerti dan memahami terhadap apapun
yang nyata berbeda dengan prinsip yang kita yakini. Kita bebas dengan keyakinan
kita, sedangkan pihak yang berbeda (yang memusuhi sekalipun) kita bebaskan
terhadap sikap dan keyakinannya.
Dialog disertai
deklarasi tegas dan sikap toleran telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam Q.S.
109: “Wahai orang yang berbeda
prinsip (yang menentang). Aku tidak akan mengabdi kepada apa yang menjadi
pengabdianmu. Dan kamu juga tidak harus mengabdi kepada apa yang menjadi
pengabdianku. Dan sekali-kali aku tidak akan menjadi pengabdi pengabdianmu.
Juga kamu tidak mungkin mengabdi di pengabdianku. Agamamu untukmu. Dan agamaku
untukku.”
Prinsip
yang telah dibela oleh Rasulullah sangat jelas, dengan sentuhan deklarasi yang
tegas. Sedangkan prinsip yang harus dipegang oleh mereka yang berbeda (penentangnya)
juga dijelaskan dengan tegas. Namun diiringi dengan sikap toleransi yang sangat
tinggi: Kamu pada prinsipmu dan aku pada prinsipku. Yakni sepakat untuk
berbeda.Sikap tegas penuh toleran, tanpa meninggalkan prinsip seperti itu
dilaksanakan pada saat masyarakat lingkungannya tampil dengan budaya represif,
yang sistem sosialnya dalam proses tidak menghendaki perubahan, bertahan dengan
struktur yang ada (morfostatis). Sedangkan Nabi Muhammad saw sedang memulai
pembentukan kelompok (formation group) menuju perubahan. Ternyata sikap toleran
sangat menentukan proses terjadinya bentuk serta perubahan atau perkembangan
suatu sistem maupun struktural atau penyederhanaannya (morfogenesis).Sikap
toleran membuahkan kemampuan yang sangat signifikan dalam menetapkan pilihan
yang terbaik. Mampu mendengar berbagai ungkapan dan menyaring yang terbaik
daripada semua itu.Sikap toleran juga melahirkan kemampuan mengubah perilaku
individu (self correction) terhadap pola yang selama itu dilakukan, yang tak
berdaya mengubah masyarakat tradisional, tertutup dan represif, sehingga tujuan
yang dicita-citakan dapat dicapai. Toleran, tidak menciptakan individu yang
wangkeng, yang tidak mau mengubah perilakunya, walau tujuannya tidak tercapai.
Secara apologi bersikap dan mengatakan bahwa: Tujuan itu tidak tercapai karena
belum waktunya, atau nasibnya memang demikian dan tidak mau mengubah diri.Sikap
toleran, mampu menemukan jalan keluar dan problem solving yang pantas dan
mengangkat martabat dan harga diri dalam berbagai bidang kehidupan.Dengan sikap
toleran, Rasulullah bermigrasi (hijrah) meninggalkan kehidupan dan tatanan
sosial tradisional represif yang belum mampu diubahnya menuju kepada tempat dan
kelompok masyarakat yang telah dipersiapkannya untuk dapat menerima perubahan
dan bahkan menjadikannya sebagai agen perubahan di zamannya serta zaman
selanjutnya. Bersama kelompoknya kemudian berinteraksi membaur ke dalam
berbagai kelompok dalam masyarakat yang majemuk baik ras maupun agama.
Interaksi yang sedemikian itu mampu menciptakan kehidupan yang saling
membutuhkan dan saling memerlukan, dalam bentuknya yang saling bertanggung
jawab dalam membela masyarakatnya.
Para Rasul Allah sebagai Rujukan Bertoleransi
Para
rasul Allah telah memberi teladan dan menunjukkan serta mengajarkan bersikap
toleran. Darinya tumbuh berbagai norma yang mencerminkan sikap toleran. Nabi
Muhammad saw mencontohkan, setibanya ke tempat tujuan migrasi
(Yatsrib/Madinah), yang ditempuh pertama kali adalah terciptanya brotherhood
dan penyatuan diri antara kelompok migran dengan berbagai kelompok penghuni
asal (pribumi).Kemudian menciptakan sistem sosial baru, sebagai wahana berbagai
kegiatan dari berbagai orang dan kelompok yang saling berhubungan secara
konstan. Sistem baru itu dilegalisir dalam bentuk norma timbal-balik untuk
menciptakan keseimbangan yang memadai antara berbagai kelompok yang terlibat
dalam hubungan sosial di tempat yang baru (Yatsrib). Norma itu terpatri dalam
Sohifah al Madaniyyah (lebih kita kenal dengan Piagam Madinah).Piagam Madinah di
samping bersifat norma hubungan timbal balik yang memadai bagi masyarakat
berbilang kaum, juga merupakan perjanjian, undang-undang politik, tatanan
bernegara yang mengandung aturan-aturan kehidupan bersama dalam sistem sosial
besar berbentuk negara, bagi segenap warganya yang berbilang kaum: Muslim,
Yahudi, Nasrani, dan lain-lain di sebuah negara yang bernama Madinah.
Di tengah kemajemukan masyarakat
(negara Madinah), Nabi Muhammad SAW sebagai pimpinan negara, berusaha
sedaya-upaya untuk meletakkan dan mendasarkan filosofi misi yang diembannya
dalam membangun tatanan hidup bersama yang mencakup seluruh golongan, sehingga
penduduk negara dapat hidup berdampingan secara damai dan sejahtera.
Prinsip-prinsip umum Piagam Madinah:
1. Monoteisme, Ketuhanan Yang Maha Esa, Tauhid.
2. Persatuan dan kesatuan; penegasan bahwa seluruh warga
Madinah adalah satu umat, perlindungannya adalah satu, seluruh warga menanggung
pembiayaan negara.
3. Persamaan keadilan bagi seluruh warga negara, semua
berstatus sama di hadapan hukum, penegakan keadilan bagi semua.
4. Kebebasan beragama, semua pemeluk agama bebas menjalankan
agamanya, sebagaimana. Muslim menjalankan agamanya.
5. Pembelaan negara, merupakan kewajiban bersama.
6. Pengakuan dan pelestarian adat kebiasaan yang baik.
7. Supremasi aturan dan ajaran Ilahi.
8. Politik damai dan proteksi internal.
Piagam
Madinah merupakan manifestasi sikap toleran, penghormatan terhadap hak-hak
asasi manusia, keadilan, dan kedamaian, yang permanen adanya. Masyarakat modern
dan sehat manapun pasti mengakui hakikat maknawinya secara jujur. Toleransi dan
perdamaian yang terkandung di dalamnya sangat kental, masyarakat kontemporer
patut mengadopsinya, demi terciptanya dunia yang penuh toleransi dan
perdamaian.Berkaitan dengan Q.S. 42 ayat 13 yang telah disampaikan terdahulu,
Allah menyebut nama-nama para utusannya yang bertugas membimbing umat dengan
syariat agama-Nya, yaitu Nuh AS, Muhammad SAW, Ibrahim AS., Musa AS, dan Isa
Almasih. Dari para utusan Allah inilah agama samawi berkembang sampai hari ini
dan kelak kemudian. Mereka memiliki sifat-sifat toleran dan kesabaran yang
prima yang perlu diteladani terus-menerus.
Pertama,
Nabi Nuh AS. Beliau adalah
bapak leluhur umat manusia setelah sirnanya hampir seluruh manusia di muka
bumi. Dijuluki sebagai Pahlawan Air Bah. Nuh disifati sebagai seorang yang
benar, benar bersumber dari keteguhan imannya, dekat kepada Tuhannya, orang
tidak bercela di antara orang-orang sezamannya yang telah terbenam dalam taraf
hidup moral yang sangat rendah dan hina, dan kepada orang-orang semacam inilah
Nuh AS menyampaikan dakwah tentang kebenaran abadi.Dalam dakwahnya Nuh AS
tergolong tidak berhasil membawa mereka kepada iman, namun dalam menata kembali
umat manusia dan peradabannya setelah kehancurannya dari libasan air bah, Nuh
menjadi pahlawan umat manusia dan lingkungannya. Membangun bahtera yang tatkala
air bah pasang, beberapa pasang putranya dan berbagai pasang binatang dan
tumbuh-tumbuhan dapat diselamatkan, yang selanjutnya menjadi pelanjut generasi
pengisi bumi babak selanjutnya.
Nabi Nuh AS juga
disebut sebagai Abu al-Basyar setelah Adam AS, berumur 950 tahun, hampir satu
milenium. Setelah air bah (kehancuran makhluk di bumi) Nabi Nuh AS, ditengarai
membangun kembali bumi ini dan menatanya dengan bertani, sampai wafatnya. Nabi
Nuh AS, terkenal dengan doanya yang diabadikan dalam Al-Qur’an : S. 71 A. 26,27
, 28.
Nuh berkata: “Ya, Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di
antara orang-orang kafir tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan
mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka
tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir: Ya Tuhanku,
ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan
semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau
tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.
Kedua,
Nabi Ibrahim, adalah leluhur
bangsa Yahudi, Arab, dan bangsa-bangsa lain. Imannya sangat teguh, terkenal
sebagai Khalilullah (sahabat Allah), keturunannya melalui Ismail dan Ishaq.
Hidupnya dijadikan teladan iman terhadap Tuhan oleh orang-orang Yahudi,
Kristen, dan Islam. Namanya dalam bahasa Ibrani Avram (Abram) dan selanjutnya
berganti menjadi Abraham dan Ibrahim (bahasa Arab) yang berarti bapak sejumlah
besar bangsa. Ibrahiem berakidah monoteis, mentauhidkan Allah bertentangan
dengan politeisme nenek moyangnya. Iman Ibrahiem kepada Allah totalitas dalam
bentuk ketaatan dan kesiapannya melakukan apapun perintah Tuhan.Ibrahim
tergolong orang yang banyak harta milik, pemberani, sangat kasih sayang
terhadap keluarga, berhasil dalam membina dan menuntun anak-anak dan
keturunannya, supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, dengan
menerapkan kebenaran dan keadilan. Ibrahim suka menjamu tamu dan siapa pun
orang yang tidak beliau kenal, bersifat murah hati dan tanpa pamrih. Sebagai
Nabi Akbar yang menerima perjanjian Tuhan, Ibrahim memainkan peranan yang unik
baik dalam tradisi Yahudi dan Islam.
Ketiga,
Nabi Musa, disebut sebagai
pemimpin ulung pemberi hukum, perantara (Allah) membawa orang-orang Israel
keluar dari Mesir. Ia membina mereka menjadi suatu umat untuk mengabdi kepada
Allah, dan membawa mereka sampai ke perbatasan negeri yang dijanjikan Allah
kepada nenek moyang mereka. Musa bukan berasal dari keturunan yang dapat
dicatat dengan jelas oleh sejarah, hanya putra seorang pembantu di istana
Firaun.
Musa
adalah salah seorang putra yang terselamat dari maklumat Firaun (yang
memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki Ibrani), sang ibu
menyelamatkan Musa dengan berbagai cara yang dimiliki sebagai penghuni
pinggiran sungai. Yang dalam ceriteranya putri (istri) Firaun memperanakkannya
(mengadopsinya), yang dalam kesehariaannya justru diasuh oleh sang ibu di dalam
istana Firaun, sampai menjadi dewasa tanpa diketahui oleh siapa pun.Musa
dibesarkan di istana, karenanya dia mengikuti pendidikan intelektual meliputi
sastra, tulisan, dan tata administrasi kerajaan Firaun, namun karena dia dalam
asuhan ibu kandungnya, maka budaya Ibrani tetap dimilikinya. Dari pemahamannya
yang mendalam akan bangsanya, tumbuh solidaritas yang tinggi atas bangsanya
yang ditindas oleh Firaun dalam bentuk kerja paksa. Ia membunuh mandor Mesir
yang dia saksikan menganiaya seorang pekerja Ibrani.Karenanya, ia lari dari
istana setelah diketahui oleh Firaun, lari ke arah timur menyeberangi
perbatasan menuju Median. Di sana Musa berjumpa dua orang putri penggembala,
putri seorang pemimpin Median bernama Syueb (Rehuel), dan Musa menikah dengan
salah satu gadis penggembala tersebut. Dari tokoh Median inilah Musa mendapat
pengetahuan tentang Sinai dan Median yang dalam perjalanannya membawa makna
besar baginya.Sebagai pemimpin umatnya, Musa tidak hanya diperlengkapi secara
teknis dengan pertumbuhannya dan pendidikannya di Mesir. Tapi dalam hal yang
jauh lebih asasi, ia juga dibina menjadi pemimpin ulung berkat kesetiaannya
mengikuti Allah dengan landasan iman. Orang seperti itulah yang dibangkitkan
Allah untuk memimpin umatnya dari perhambaan dan penindasan. Dalam
perjalanannya Musa menghadapi tingkah pola serangan Firaun dan juga kaumnya
yang selalu menentang dan mencemoohkannya.Namun Musa tak pernah putus asa menghadapi
bangsa yang tegar tengkuk dan pencemooh itu. Musa memiliki iman dan ketegaran
baja kepada Allah, dan sangat bergiat bekerja atas nama Allah. Musa juga
diceritakan sebagai orang yang berkemampuan jurnalistik, menulis berbagai
dokumen ringkas tentang hukum Allah, kitab perjanjian, risalah perjalanan di
padang gurun dan lain-lain, Q.S. 87 A. 18-19 mengabadikan kemampuan jurnalistik
Musa itu.
Sesungguhnya ini
benar-benar terdapat dalam kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan
Musa.
Keempat, Nabi Isa Almasih, diimani oleh kaum muslimin
sebagai salah seorang nabi besar utusan Allah, yang dilukiskan di dalam
Q.S.6la.6: Dan
(ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu
Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan
datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka tatkala rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “ Ini
adalah sihir yang nyata. “
Bagi
umat Islam mengimani para nabi Allah adalah merupakan rukun iman yang asasi.
Keimanan terhadap para nabi Allah tidak dibeda-bedakan dalam inti kandungan
ajaran Islam.Dalam Alkitab dijelaskan bahwa topik pokok ajaran Yesus Kristus
adalah total baru dan revolusioner dan pada dasarnya ajarannya bukan hanya baru
tapi juga unik. Selanjutnya dijelaskan bahwa ajaran Nabi Isa bin Maryam
bukanlah seperti filsafat, teologi, atau etika. Disimpulkan, bahwa ajarannya
berbeda sekali dari ajaran setiap orang sebelum dan sesudah dia.Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini menyatakan bahwa ajaran Yesus dapat diklasifikasikan dengan
judul-judul sebagai berikut: etika, metafisika dan teologi, sosial,
penyelamatan dan eskatologi (ajaran teologi mengenai akhir zaman, seperti hari
kiamat, kebangkitan segala manusia dan sorga). Dan seluruh ajarannya menyatu
pada dirinya sendiri. Inti ajarannya ialah pengumuman mengenai dirinya sebagai
juruselamat dunia,dan yang kelima adalah Rasul
Allah Muhammad saw. Ia adalah penerus ajaran para nabi Allah
sebelumnya, nabi akhir dan penutup para nabi dan para rasul Allah, membenarkan
keberadaan para nabi terdahulu dengan segala ajarannya, yang dideklarasikan
sebagai pemegang kitab Allah, yang penganutnya disebut sebagai ahlul kitab.
Ajarannya mempunyai
ciri:
1. Ajaran Tauhid, tentang keesaan Allah, yang harus
diyakini setiap pemeluknya.
2. Bersifat universal, yakni Islam untuk semua umat manusia
tanpa batasan teritorial.
3. Menghapus sistem perbudakan.
4. Persamaan hak bagi umat manusia.
5. Ajaran moral, sebagai sesuatu yang sangat penting
dalam pergaulan umat manusia di dunia.
6.
Menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan, dengan wujudnya berbagai syareat yang mampu menciptakan
tolong menolong antar sesama manusia. Dan sikap adil dalam segala kehidupan,
dan lain-lain kebaikan yang dapat menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia.
Perkembangan Agama Dunia Kini dan
Mendatang
Apa
yang telah diuraikan itu barulah agama-agama yang bersifat samawi, tentunya
masih banyak agama-agama ardli, sama-sama berkembang pesat sepesat agama
samawi. Bahkan dalam kehidupan umat manusia di masa kini masih sangat banyak
mereka yang tidak memeluk agama apapun, termasuk umat manusia yang meletakkan
dirinya pada pilihan sebagai ateis.Jika umat manusia dengan agamanya, kemudian
mengembangkannya, itu sudah menjadi fitrah manusia. Sebab semua orang beragama
merasa wajib untuk mengembangkan dan menyampaikan keyakinannya kepada siapapun
di dunia ini. Di sinilah letaknya sebuah toleransi, siapapun umat beragama
bebas untuk mendakwahkan agamanya dan siapapun manusia bebas menerima maupun
menolak ajakan itu. Rambu-rambu untuk itu dalam tatanan hidup antarbangsa dan
agama telah dimiliki oleh umat dan bangsa sedunia. Sikap toleran akan dapat
meminimalkan segala konsekuensi negatif penyebaran agama.Sesuatu yang menjadi
sangat penting dan terpenting adalah tertanamnya suatu sikap bagi seluruh umat
beragama, bahwa tujuan dasar beragama adalah tercapainya kebahagiaan
(kedamaian) dunia maupun dalam kehidupan setelah dunia, kiranya sesuatu yang
sangat esensial ini tidak ternodai oleh perselisihan justru atas nama
kesejahteraan dunia akhirat tersebut, hal yang sangat ironis jika hal itu
justru yang dikedepankan dalam sikap hidup umat beragama. Sekali lagi sikap
toleransi yang dapat mengatasinya.Kita coba membaca perkembangan umat manusia
dengan keagamaannya dewasa ini. Dari data yang dapat dikumpulkan dari
“Ensiklopedi Britannica” tahun 2001, tercatat bahwa penduduk dunia yang
tersebar di dalam 238 negara di lima benua dan Oceania berjumlah 6.128.512.000
orang.Dari sejumlah ini, pemeluk Agama Kristen (Katolik, Protestan, Ortodoks,
Anglikan, Independen, Kristen Marginal dan Kristen yang tidak berafiliasi)
berjumlah 2.019.052.000 orang = 32,9% yang tersebar di seluruh negara dunia
(238 negara).
Muslim,
1.207.148.000 orang (belum termasuk mereka yang pernah menjadi penduduk di
bawah pengawasan komunis Uni Soviet Rusia) = 19,7%, terdiri dari 83% Sunni dan
16 % Syi’i serta 1% lain-lain, tersebar di 204 negara di seluruh dunia.Hindu,
819.689.000 = 13,4 %, tersebar di 114 negara di dunia. Tidak beragama
771.345.000 orang, tersebar di 236 negara dunia = 12,6%. Agama Rakyat Cina,
387.167.000 orang = 6,3 %, tersebar di 99 negara dunia. Buddhists, 361.985.000
orang = 5,9% yang tersebar di 126 negara. Atheist, 150.252.000 orang = 2,5%
tersebar di 161 negara. Sedangkan Jews (Yahudi) 14.484.000 orang = 0,2%,
tersebar di 134 negara.Dari catatan perkembangan agama-agama dunia yang ada
pada abad ini, agama samawi menduduki tempat teratas, baik Kristen maupun
Islam, sedangkan Yahudi persentasenya di bawah 1 %, dan agama-agama ardli
menduduki posisi 3 besar dunia. Namun orang-orang yang tidak beragama dan
atheis justru lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan agama Hindu = 15,1
%.Inilah gambaran perkembangan agama-agama dunia, dengan dipaparkannya gambaran
seperti ini, kiranya kita dapat mengerti apa yang harus dilakukan umat
beragama, khususnya kita selaku Muslim.
Posisi
Umat Islam Bangsa Indonesia
Hampir
seluruh Muslim di Asia Tenggara membentuk bagian dari wilayah budaya Melayu.
Komunitas Muslim di wilayah ini adalah yang terbesar di dunia, tersebar di
Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand, Singapura, dan Brunei Darussalam,
jumlahnya tidak kurang dari 206.584.000 orang = 17,11 % dari jumlah umat Islam
sedunia. Benang merah yang menghubungkan praktik dan keyakinan keagamaan mereka
di wilayah ini adalah ungkapan budaya yang dimiliki bersama termasuk penggunaan
bahasa Indonesia maupun Melayu yang dapat dipergunakan sebagai bahasa
komunikasi keagamaan.
Dalam
menegakkan kehidupan keagamaan yang toleran dan damai di muka bumi ini peranan
Muslim Asia dimotori oleh Indonesia, mestinya dapat lebih mewarnai Dunia Islam
kontemporer. Berbagai syarat untuk itu ada dalam lingkungan wilayah ini baik
berupa bahasa, budaya dan adat kebiasaan yang dimiliki oleh Muslim di wilayah
ini.
Pengembangan
dan pembentukan diri bagi Muslim di wilayah ini tidak lagi harus tergantung
pada wilayah tempat asal mula munculnya agama Islam (Timur Tengah). Kemampuan
untuk berkembang membentuk diri untuk tampil sebagai umat beragama yang toleran
dapat ditunjang oleh kemampuan Muslim di wilayah ini, sejalan dengan
perkembangan peradaban umat manusia yang semakin maju yang dapat diakses oleh
setiap Muslim di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Untuk
menuju ke arah itu, kita sebagai masyarakat/kelompok sosial ini harus
menanamkan visi pada diri kita masing-masing, kiranya dengan aktivitas yang
selama ini kita tekuni sebagai masyarakat terus bergerak ke arah
kehidupan beragama atau kegiatan lainnya selalu mengedepankan sikap toleran.
Ini maknanya, lingkungan kita ini harus sangup menjadi wahana pengkaderan
bangsa dan umat yang orientasinya adalah terciptanya sikap toleran dalam
kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Kita
harus yakin bahwa penanaman sikap toleran ini akan tercapai dengan seksama
hanya melalui pendidikan, dalam artian pembiasaan yang tiada hentinya, sampai
sikap itu menjadi darah daging yang tak terpisahkan (akidah). Dari tempat yang
kita wujudkan bersama ini pasti akan tumbuh kader-kader bangsa dan umat, yang
akan membawa kehidupan bangsa dan seluruh warga serantau Asia Tenggara ini
menjadi bangsa warga dunia pelopor kehidupan penuh toleran dan damai.
Berbahagialah umat yang mencita-citakan kehidupan yang dicita-citakan oleh seluruh
warga dunia, yaitu kehidupan yang toleran dan damai
BAB
III
KESIMPULAN
Peran dan fungsi agama bagi
manusia sangatlah berpengaruh terhadap kehidupannya,karena agama adalah suatu
pedoman hidup seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhiratnya
Salah satu tujuan agama adalah
membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan
tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna
dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta
dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama
dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta
membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk
agama.
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai
materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penyusun
banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://abdain.wordpress.com/2010/04/11/fungsi-agama-bagi-kehidupan/
ini makalah sekolah tentang Manfaat Agama ya ?? lengkap banget :D
BalasHapus** BANJIR BANJIR BANJIR UANG DI MEJA **
BalasHapusVIPbandarQ - YOUR No #1 BandarQ Online Indonesia
----------------------------------------------
Menyediakan 7 Jenis Permainan TerFAVORIT
BANDAR Q | ADU Q | DOMINO QQ | POKER | CAPSA SUSUN | Bandar Poker | Sakong (New Game) ----------------------------------------------
Di Dukung 5 Bank Ternama di INDONESIA
BCA - MANDIRI - BRI - BNI - DANAMON
----------------------------------------------
Bonus Terbesar di VIPbandarQ
1. Bonus Refferal TANPA SYARAT
2. Bonus Rolligan TIAP MINGGU
----------------------------------------------
Selalu Ada Kejutan Untuk Member VIPBANDARQ
----------------------------------------------
Gabung Sekarang Juga dan Raih Kemenangan Puluhan Juta Setiap Hari
CS ONLINE 24/7
BBM : 55AB0E6C
INSTAGRAM : VIPBANDARQORG
SKYPE : VIPBANDARQ
FACEBOOK : VIPBANDARQ
www. VIPBANDARQ. org